
Jatigede, Patrolindo.com |
Masyarakat di tiga desa di Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, kembali menyuarakan keluhan mereka terkait belum tuntasnya pembayaran lahan pertanian yang terdampak proyek nasional pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede dan Bendungan Karedok Ware. (03/06/2025)
Meski proyek strategis tersebut telah dihidupkan kembali dan diresmikan oleh Presiden RI ke-8, Prabowo Subianto, pada 25 Februari 2025 lalu, namun persoalan lama belum juga diselesaikan—yakni pembayaran ganti rugi atas lahan pertanian masyarakat yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur tersebut.
Menurut data yang dihimpun oleh Patrolindo.com, lahan yang belum dibayarkan mencapai total 8,6 hektare, dengan rincian: 104 bidang di Desa Karedok, 52 bidang di Desa Kadujaya, dan 26 bidang di Desa Cipeles. Lahan-lahan tersebut dulunya merupakan sumber utama mata pencaharian warga setempat.
Harapan dan Desakan Warga
H.R. Subagya, tokoh masyarakat Desa Karedok sekaligus salah satu pemilik lahan yang terdampak, menuturkan bahwa selama lebih dari satu dekade masyarakat hanya diberikan janji tanpa kejelasan waktu pelunasan.
“Kami bukan menolak pembangunan, apalagi ini proyek untuk kepentingan nasional. Tapi jangan lupakan rakyat kecil yang lahannya diambil demi proyek besar ini. Sudah sebelas tahun kami menunggu. Sampai kapan?” ujar Subagya dengan nada kecewa.
Vidio Terkait :
Subagya menambahkan, pihaknya telah berulang kali menyampaikan aspirasi baik secara lisan maupun tertulis kepada instansi terkait, namun belum membuahkan hasil. Ia pun meminta Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dan Bupati Sumedang, Doni Ahmad Munir, untuk turun tangan secara langsung menyelesaikan persoalan tersebut dengan mendorong pihak PLN UIP JBT Bandung agar segera melunasi sisa pembayaran yang tertunda.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Ketidakjelasan ini dinilai membawa dampak sosial dan ekonomi yang cukup serius bagi masyarakat. Banyak lahan yang dibiarkan terlantar dan tidak bisa dimanfaatkan, sementara pemiliknya tidak memiliki lahan pengganti atau kompensasi yang layak untuk melanjutkan hidup.
“Lahan kami itu dulu sangat produktif. Sekarang tidak bisa digarap, dan kami pun tidak mendapat ganti rugi. Itu kan tidak adil,” kata salah satu warga Desa Kadujaya yang enggan disebutkan namanya.
Warga menilai proyek nasional yang seharusnya membawa kesejahteraan justru menyisakan luka dan ketimpangan, terutama karena hak-hak dasar mereka belum terpenuhi.
Belum Ada Tanggapan dari PLN
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT PLN (Persero) UIP JBT Bandung belum memberikan pernyataan resmi terkait keterlambatan pembayaran lahan tersebut. Warga pun menegaskan bahwa mereka akan terus menyuarakan aspirasi secara damai, baik melalui jalur media maupun pengaduan ke lembaga pemerintah terkait.
Masyarakat berharap agar persoalan ini tidak berlarut-larut, terutama mengingat proyek telah diresmikan dan akan segera beroperasi. “Jangan sampai keberhasilan proyek ini dibangun di atas penderitaan rakyat kecil,” pungkas Subagya.
Penulis : Asgun