
Sumedang, Patrolindo.com – Setelah delapan tahun dilanda ketidakpastian akibat proyek Bendung Rengrang yang terbengkalai, warga terdampak di Blok Pangaritan, Desa Cijambe, Kecamatan Paseh, Kabupaten Sumedang, akhirnya kembali menyalakan harapan. Mereka menyambut dengan antusias kedatangan Ketua Umum DPP Aliansi Wartawan Pasundan (AWP), Dr. Boaz Herisanto, SH, MH, MA, beserta Prof. Jesarino Ubud D., SH, S.Th, M.Th yang datang langsung untuk mengadvokasi nasib para petani yang dirugikan oleh proyek bendungan tersebut.


Kunjungan pada Jumat (13/06/2025) ini menjadi langkah awal dalam pengurusan ganti rugi lahan yang hingga kini belum sepenuhnya dituntaskan oleh pihak terkait. Dalam pertemuan tersebut, Tim AWP meminta warga untuk segera mengumpulkan dokumen penting seperti SPPT dan KTP untuk keperluan penerbitan Surat Kuasa.
“Kalau tidak ada surat kuasa, nanti pasti ditanya: Anda siapa? Bahasa Sundanya: maneh saha?,” ujar Dr. Boaz sambil berseloroh, namun tetap menegaskan urgensi keabsahan proses hukum.
Lahan Mati, Panen Hilang, Keadilan Ditunggu
Warga menyampaikan kepada awak media bahwa lahan pertanian yang dulunya bisa panen hingga tiga kali setahun, kini tidak bisa difungsikan sama sekali. Sawah yang dulunya subur kini terbengkalai, sementara kompensasi atas kerugian tersebut belum sepenuhnya dibayarkan.

Video Liputan :
Sebelumnya, terdapat sepuluh petani terdampak, yakni: Enca Sutarsa, Ningsih, Suarta, Oyib, Jana, Otong Sutaryat, H. Encing, Rasidi, Tata, dan Emi. Namun seiring berjalannya waktu, jumlah warga terdampak bertambah. Sayangnya, penggantian lahan baru diberikan kepada sebagian kecil warga, sementara lainnya masih menunggu kejelasan.
Legalitas Proyek Dipertanyakan
Tak hanya fokus pada pengumpulan data warga, tim AWP juga akan mempertanyakan kejelasan proyek kepada pihak BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai). Pasalnya, proyek besar yang semula dijalankan oleh sebuah PT, kini justru disebut-sebut dialihkan ke CV—sesuatu yang dinilai janggal mengingat besarnya nilai anggaran proyek tersebut.
“Proyek besar semestinya dikerjakan oleh badan hukum dengan kapasitas memadai. Kalau hanya CV, ini patut dipertanyakan,” tambah Asep dari awak media Patrolindo.
Harapan Baru, Tekad Baru
Kedatangan tim AWP membangkitkan semangat warga yang selama ini hanya menerima ketidakpastian. Meski mereka tetap diwajibkan membayar pajak SPPT atas lahan yang tak bisa digarap, warga tetap berharap ada solusi konkret dan keadilan yang bisa segera diwujudkan.
“Kami hanya ingin kejelasan dan ganti rugi yang adil. Bukan belas kasihan, tapi hak kami sebagai warga negara,” ujar salah satu petani.
Warga kini menaruh harapan besar pada pendampingan hukum dari Tim AWP agar suara mereka bisa didengar oleh pemerintah dan instansi terkait. Mereka ingin memastikan bahwa pembangunan tidak boleh melupakan hak-hak rakyat kecil.
tim Liputan Patrolindo : Asgun/M. Rukmana