
Sumedang, Patrolindo.com –
Mimpi warga Dusun Giriharja, Desa Kebonjati, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang, untuk mandiri energi kembali terguncang. Pada Sabtu malam, 15 Juni 2025 pukul 21.00 WIB, sebuah ledakan dahsyat terjadi di instalasi pengolahan air limbah (IPAL) biogas milik kelompok pengrajin tahu “Giriharja.” Insiden tersebut menyebabkan tabung utama biogas hancur, serta pasokan gas ramah lingkungan ke rumah-rumah warga terhenti total.
Foto : Pasca Ledakan




IPAL tersebut bukan hanya sebuah instalasi teknis, melainkan simbol keberhasilan gotong royong warga dalam mencari solusi atas limbah industri tahu dan kebutuhan energi alternatif. Proyek ini bermula dari musyawarah warga pada Juni 2013, dan mulai digagas sebagai upaya menjawab tantangan limbah tahu yang mencemari lingkungan sekaligus menjawab tingginya ketergantungan pada gas elpiji.
Dibangun dari Nol, Tanpa APBD
Video Terkait :
Ketua Kelompok Pengrajin Tahu Giriharja, H. Oji, menuturkan bahwa sejak awal pembangunan IPAL dilakukan secara mandiri oleh warga.
“Kami bangun dari nol. Tahun 2014, kami bentuk paguyuban agar bisa lebih tertib secara administrasi dan bisa menjalin kerja sama. Tahun 2016, sesuai arahan dinas, kami ubah menjadi badan hukum. Semua ini kami lakukan tanpa mengandalkan anggaran pemerintah,” ujar H. Oji.
Proyek ini bahkan pernah mendapat perhatian dari kalangan internasional. Sekitar 20 peneliti asing dari Jepang, Turki, Zambia, dan negara-negara Pasifik pernah mengunjungi lokasi IPAL sebagai bagian dari riset dan studi pengelolaan limbah berbasis masyarakat.
Ledakan Akibat Komponen Tua dan Overload
Menurut operator lapangan, H. Pepen Supendi, ledakan terjadi akibat tekanan berlebih yang dipicu oleh kompresor yang bekerja terus-menerus tanpa jeda.
“Kami rasa ini akibat dari usia sistem. Tabung, pipa, hingga perangkat kontrol teknis sudah tua dan melewati batas masa pakai. Biogas memang sudah berjalan 6 tahun, dan saat ini kondisinya sangat rentan,” ungkapnya.
Pasca-ledakan, proses produksi biogas terhenti total. Warga yang biasa menggunakan biogas untuk memasak kini terpaksa kembali ke elpiji, yang biayanya jauh lebih tinggi. Ini menjadi beban tambahan, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas.
H. Asep Ependi, sekretaris paguyuban, menambahkan bahwa selama enam tahun berjalan, kelompok ini tidak pernah menerima bantuan anggaran besar dari pemerintah.
“Kami berjalan sendiri. Tapi sekarang, kalau tidak ada bantuan nyata, IPAL ini bisa jadi tinggal kenangan. Padahal biogas ini bukan cuma solusi limbah, tapi juga solusi ekonomi warga,” katanya.
Harapan Akan Kepedulian dan Bantuan Nyata
Warga dan pengurus berharap ada perhatian serius dari pemerintah daerah, dinas teknis seperti DLH dan Dinas Energi, serta instansi terkait lainnya. Setidaknya, bantuan perbaikan instalasi, penggantian tabung dan pipa, hingga pendampingan teknis bisa segera diberikan.
“Jangan sampai niat baik warga untuk menjaga lingkungan dan hidup mandiri secara energi justru pupus karena kurang dukungan. Kami sudah buktikan ini bisa berjalan enam tahun. Tapi sekarang, kami perlu uluran tangan untuk menyelamatkannya,” pungkas H. Oji.
IPAL biogas Giriharja merupakan salah satu dari sedikit inisiatif energi alternatif berbasis masyarakat yang ada di Sumedang. Jika tidak segera ditangani, potensi ini bisa hilang, dan warga kembali terjebak pada ketergantungan energi fosil yang mahal dan tidak ramah lingkungan.