
Penulis: Ery Purwanti (PTPN Penyelia)
Revolusi teknologi digital telah mengubah hampir setiap aspek kehidupan, termasuk cara pemerintah mengelola keuangannya. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi digital, modernisasi pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi suatu keharusan. Hal ini juga sejalan dengan tuntutan global akan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), yang mensyaratkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi anggaran. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan, telah secara aktif mengadopsi teknologi informasi untuk mengubah sistem pembayaran belanja negara dari metode manual dan tunai menjadi digital dan terintegrasi.
Sistem pembayaran belanja negara secara historis sangat bergantung pada mekanisme uang persediaan (UP) tunai yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran pada setiap Satuan Kerja (Satker). Meskipun metode ini fungsional, tetapi rawan fraud dan menciptakan dana kas menganggur (idle cash) di rekening Bendahara.
Dalam kerangka modernisasi pengelolaan keuangan negara, Kementerian Keuangan, merespons tantangan ini dengan memperkenalkan Kartu Kredit Pemerintah (KKP). Kebijakan ini, dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah dan PMK Nomor 97/PMK.05/2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 196/PMK.05/2018.
KKP adalah alat pembayaran belanja atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang menggunakan kartu, di mana bank penerbit menalangi kewajiban pembayaran terlebih dahulu, dan Satuan Kerja (Satker) wajib melunasinya menggunakan Uang Persediaan (UP). KKP bukan sekadar alat pembayaran, ia adalah instrumen kunci dalam mewujudkan visi cashless government dan mengintegrasikan teknologi digital dalam pelaksanaan APBN.
Jenis KKP yang umum digunakan meliputi:
KKP untuk keperluan Belanja Barang Operasional serta Belanja Modal (biasanya untuk pengadaan barang/jasa).
KKP untuk keperluan Belanja Perjalanan Dinas Jabatan.
Batasan Penggunaan:
Untuk belanja barang/jasa dan belanja modal, terdapat batasan nilai belanja tertentu per penerima pembayaran. Sesuai regulasi terkini, batasan belanja KKP (untuk 1 penerima pembayaran) paling banyak ditetapkan sebesar Rp200.000.000,00.
Untuk KKP Perjalanan Dinas, batasan maksimal adalah hingga Rp20.000.000,00 untuk setiap kartu per bulan.
Proporsi UP yang dialokasikan untuk KKP juga diatur ketentuan, membagi UP menjadi 60% tunai dan 40% KKP.
Implementasi KKP menunjukkan upaya modernisasi pembayaran APBN yang dirancang untuk mencapai beberapa tujuan strategis, yaitu :
- Mendorong Efisiensi dan Manajemen Kas (Cash Management)
Modernisasi pembayaran menuntut pemanfaatan kas negara secara optimal. KKP secara langsung mendukung hal ini dengan:
Meminimalisasi Idle Cash: Kebijakan mewajibkan proporsi tertentu dari UP (misalnya 40%) dialokasikan dalam bentuk KKP. Dengan demikian, dana UP tunai yang menganggur (idle cash) di rekening Bendahara berkurang. Dana yang tersisa di Kas Negara (BUN) dapat diinvestasikan sementara atau digunakan untuk pembiayaan mendesak, sehingga mengurangi biaya dana (cost of fund) pemerintah.
Percepatan Transaksi dan Pelaporan: Pembayaran menggunakan KKP lebih cepat dan efisien dibandingkan proses tunai konvensional, terutama untuk belanja kecil dan perjalanan dinas. Proses pertanggungjawaban juga lebih sederhana karena didukung oleh bukti transaksi elektronik yang otomatis. - Peningkatan Akuntabilitas dan Transparansi
Transparansi adalah inti dari tata kelola anggaran modern. Penggunaan KKP meningkatkan akuntabilitas melalui:
Pencatatan Real-time: Setiap transaksi dicatat secara elektronik dan dapat dimonitor secara real-time oleh unit pengawasan internal (APIP) dan eksternal (DJPb). Hal ini meminimalkan risiko transaksi fiktif dan praktik mark-up.
Pengurangan Risiko Fraud: Transaksi non-tunai secara inheren lebih aman dan terlacak dibandingkan transaksi tunai, sehingga mengurangi peluang penyalahgunaan anggaran oleh pemegang kas. - Integrasi Digital dan Simplifikasi Prosedur
KKP mendorong Satker untuk beradaptasi dengan ekosistem digital:
Pengembangan Ekosistem Non-Tunai: KKP memaksa Satker, Bank Penerbit, dan merchant untuk berintegrasi. Adopsi KKP Domestik (berlogo GPN) semakin memperluas akseptabilitas di seluruh Indonesia dan mendukung penggunaan pada platform e-marketplace pemerintah.
Penyederhanaan Pajak: KKP telah menanggulangi kompleksitas perpajakan awal. Berdasarkan PMK terbaru, Bendahara Pengeluaran dibebaskan dari kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 dan PPN atas transaksi KKP, yang secara signifikan menyederhanakan penatausahaan administrasi.
Kartu Kredit Pemerintah adalah inovasi penting yang selaras dengan tuntutan tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance), dan menjadi lokomotif modernisasi pembayaran APBN. KKP tidak hanya menjawab kebutuhan efisiensi anggaran dan manajemen kas yang lebih baik, tetapi juga menanamkan prinsip transparansi dan akuntabilitas melalui digitalisasi transaksi.