
Cikancung, Patrolindo.com — Kasus dugaan pemalsuan identitas dan pernikahan tanpa dasar hukum yang sah menggegerkan warga Sumedang. Seorang wanita berinisial TK , diduga menikah dengan pria lain dalam keadaan masih berstatus istri sah, menggunakan identitas palsu. Pernikahan tersebut diketahui dilakukan secara siri dan disaksikan langsung oleh seorang pimpinan yayasan berinisial AN yang juga dikenal sebagai ustaz di sebuah pesantren.
Peristiwa ini terbongkar setelah sang suami sah, Ade Badrudin (AB), mencurigai gerak-gerik istrinya yang bekerja di Karawang. Awalnya, pada tahun 2023, TK meminta izin kepada suaminya untuk menjadi asisten rumah tangga di Karawang dengan dalih membantu ekonomi keluarga. Meski berat, AB memberikan izin.

Namun, keanehan mulai terasa saat AB meminta TK pulang untuk mengambil rapor anak mereka. Alih-alih pulang sendiri, TK justru membawa anaknya ke tempat kerja. Kecurigaan semakin kuat ketika AB menemukan akun TikTok milik istrinya dan tanpa sengaja membuka pesan-pesan pribadi di dalamnya.
“Dari awal saya sudah curiga, kenapa jadi pembantu tapi bisa bawa anak. Kok kayaknya dunungannya enak banget,” ujar AB saat diwawancarai, Jumat (22/05/2025).
Penyelidikan pribadi AB membuahkan hasil mengejutkan. Ia menemukan bahwa istrinya telah menikah dengan pria lain berinisial SD, warga Dusun Cidempet, Conggeang – Sumedang. Fakta makin mengejutkan ketika ditemukan bahwa pernikahan itu menggunakan KTP palsu atas nama “Sasty Mutia” dengan foto yang sangat mirip TK, meski berpenampilan berbeda karena mengenakan hijab. Tanda tangan pada KTP tersebut juga diduga sangat identik dengan TK.

Pernikahan siri tersebut diduga dilakukan sebelum bulan Ramadan 2024. Menurut pengakuan SD, pernikahan berlangsung dengan bantuan seorang ustaz bernama AN yang juga menjabat sebagai pimpinan yayasan pesantren. Wali nikah disebut berasal dari kenalan mereka, mantan hansip, yang disebut hanya menerima bayaran Rp300 ribu dari kesepakatan Rp500 ribu.
Berpotensi Jerat Hukum
Dugaan tindak pidana dalam kasus ini cukup serius. Jika terbukti, para pelaku dapat dijerat dengan beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di antaranya:
- Pasal 279 KUHP, tentang menikahi atau menikahkan orang yang masih terikat dalam perkawinan sah;
- Pasal 284 KUHP, tentang perzinahan;
- Pasal 263 KUHP, tentang pemalsuan dokumen dan penggunaan identitas palsu.
“Penggunaan KTP palsu untuk keperluan pernikahan merupakan pelanggaran berat dan bisa menimbulkan kerugian bagi pihak lain, dalam hal ini suami sahnya,” jelas seorang pengamat hukum pidana.
Sementara itu, pihak keluarga AA sedang menyiapkan laporan resmi ke aparat penegak hukum agar kasus ini segera diproses secara hukum. Warga sekitar juga menyayangkan tindakan tokoh agama yang terlibat dalam proses pernikahan yang bermasalah tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, AN dan SD belum memberikan tanggapan resmi atas tuduhan tersebut. Kasus ini masih dalam proses pendalaman oleh pihak keluarga korban, dan besar kemungkinan akan berlanjut ke ranah hukum.
Liputan Team Jurnalis : Patrolindo.com
MR/A. S