
Oleh: Laksamana Sukardi
—————————————
Singapura berhasil menjadi salah satu negara paling sejahtera didunia dengan pendapatan per kapita di tahun 2023 sebesar AS$74.000,- Indonesia AS$5.000,- masih terperangkap dalam negara berpendapatan menengah.
Kenapa Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan pasar domestik yang besar, tetapi justru tetangga, negara pulau kecil Singapura yang jauh lebih berkembang ? Apalagi pada tahun 1970/1980 kedua negara masih sama berstatus negara berpendapatan rendah dengan pendapatan per kapita dibawah AS$1.000,-(Lihat kurva)
Kolonialisasi Modern
Berbeda dengan Cornelis de Houtman yang memimpin armada dagang belanda ketika datang ke Indonesia tahun 1596. Kemudian secara bertahap Perusahaan dagang Belanda Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) menguasai tanah Nusantara.
Bersama pemerintah Belanda, mereka melakukan ekstraksi sumber daya alam menggunakan kekuatan senjata dan menjadikan Indonesia sebagai negara jajahan mereka.
Sekarang, dengan terobosan teknologi informasi, algoritma, data analytic. Artificial Intelligent (AI) dan inovasi, tidak hanya mengubah peradaban manusia, tetapi juga menggeser keseimbangan kekuatan ekonomi negara-negara secara global, sehingga memungkinkan sebuah negara menikmati keuntungan ekonomis dengan melakukan ekstraksi sumber kekayaan yang dimiliki negara lain tanpa harus menjajah.
Revolusi digital telah menciptakan kekuasaan baru yang disebut ‘Kolonialisasi Modern’ yang tidak membutuhkan penguasaan teritorial dan sumber alam secara fisik. (Thomas L. Friedman’s The World Is Flat (2005).
Tanpa disadari, dalam kehidupan sehari hari, kita telah hidup dalam zaman Kolonialisasi Modern, misalnya:
Ekstraksi ekonomi terhadap kegiatan administrasi, pendidikan, dunia usaha, telekomunikasi, hiburan, sosial politik dibanyak negara, didominasi oleh Microsoft, Google, Apple, Meta, Zoom, X (Twitter), Hwa Wei dan Samsung dll. Perusahaan-perusahaan multi-nasional tersebut telah melakukan ekstraksi trilyunan dollar, bertindak seperti VOC di zaman modern tanpa menjajah dan menggunakan senjata (cannon), tapi menggunakan coding.
Singapore; Ekstraktor Regional
Di kawasan Asia Tenggara, Singapura telah berhasil menjadi negara ‘ekstraktor’ dengan membangun infrastruktur modern seperti pelabuhan, bandara, pusat keuangan internasionall, rumah sakit yang berbasis teknologi (Artificial Intelligent) serta manajemen professional yang efisien dan jaminan kepastian hukum.
Dengan demikian Singapura memiliki kapasitas yang sangat tinggi untuk menikmati keuntungan ekonomis dari sumber kekayaan negara-negara tetangganya, termasuk Indonesia.
Beberapa contoh diantaranya:
Singapore Airline Vs Garuda Indonesia.
Singapore Airline (SIA) telah menjadi perusahaan penerbangan (ekstraktor) dengan omset tahunan sebesar AS$15.1 Milyar (Garuda Indonesia AS$3,4 Milyar) dan 128 destinasi di 36 negara.
Dalam satu tahun SIA menerbangkan lebih dari 5 juta penumpang Indonesia ke manca negara. Artinya, orang Indonesia yang pelesiran keluar negeri, Singapura yang untung.
Bandara Changi di Singapura mencatat pergerakan passenger sebanyak 67.7 juta (2024), lebih dari 10 kali lipat penduduk Singapura.
Penerbangan yang tersibuk ternyata Singapura-Jakarta dan Singapura-Denpasar. Warga negara Indonesia merupakan salah satu yang terbanyak melakukan perjalanan lewat Singapura.
SIA Group memiliki penerbangan terjadwal hampir keseluruh Bandara di kota besar di Indonesia.
Berbeda dengan SIA, Garuda Indonesia tidak berkembang akibat miss management sehingga terbelenggu hutang dan tidak mampu menuai keuntungan besar dari potensi ekonomi negaranya sendiri.
Jasa Pelayanan Kesehatan
Dibidang kesehatan (health care) omzet tahunan rumah sakit di Singapura mencapai sekitar AS$ 6.77 Milyar untuk pasien rawat inap saja. Pendapatan tersebut diperoleh dari pasien internasional atau ‘Medical Tourism’ sebanyak 646.000 pasien (di tahun 2024) atau sekitar 20~30% dari jumlah pasien per tahunnya. Diperkirakan banyak orang Indonesia yang berobat ke Singapura per tahunnya.
Perdagangan Komersial
Volume perdagangan komersial Singapura mencapai AS$ 900 Milyar (2023) yang didukung oleh modernisasi dan efisiensi pelabuhan laut di Singapura.
PSA INTERNATIONAL (Singapore) melayani kontener sebanyak 40.9 Juta TEUs per tahun dan 622.67 Juta Ton cargo. Volume shipment terbesar berasal dari ekspor komoditas dari Indonesia untuk di re-ekspor ke negara tujuan akhir atau tran-shipment.
Kecerdasan Singapore yang membebaskan pajak keuntungan dari perdagangan tran-shipment tersebut, telah menarik banyak eksportir komoditas Indonesia untuk melakukan ‘under invoicing’.
Yaitu ekspor komoditas Indonesia tujuan manca-negara dijual ke Singapura dengan harga rendah kemudian direekspor dari Singapura ketujuan akhir dengan harga lebih tinggi dengan menggunakan perusahaan perantara yang berafiliasi dengan eksportir Indonesia.
Estimasi kerugian dipihak Indonesia, dari praktek under invoicing tersebut menurut NEXT INDONESIA Research & Publication, total nilai dari ‘under invoicing’ komoditas ekspor Indonesia untuk periode 2014-2023 (perioda 10 tahun) mencapai kisaran AS$ 401.6 Milyar. Dengan demikian Indonesia mengalami kehilangan potensi pendapatan pajak sebesar Rp 6.539,3 triliun yaitu 2 kali lebih besar dari total utang luar negeri pemerintah Indonesia (sovereign debt). Seharusnya Indonesia mampu membayar utang luar negeri dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih cepat dibandingkan saat ini.
VCC Vs Danantara
Variable Capital Company (VCC) diluncurkan di Singapura tgl 15 Januari 2020. VCC merupakan konsep ‘Manajemen Pengelolaan Dana’ yang fleksibel dan merahasiakan informasi para pemilik dana. VCC juga memberikan beraneka ragam kemudahan operasional dan pajak. VCC bertujuan untuk menyaingi negara negara Surga Pajak (Tax Heaven) penyedia perusahaan cangkang seperti Cayman Island, British Virgin Island Luxemburg dll.
Hebatnya, dalam waktu hanya 4 tahun, Asset Under Management (AUM) atau dana yang dikelola VCC telah mencapai AS$ 6 Trilyun (10 kali PDB Singapura).
Selain VCC Singapura memiliki manajemen pengelola dana Temasek dan GIC dengan total dana yang dikelola (AUM) melebihi AS$ 1 Trilyun.
Indonesia baru mulai membentuk Danantara sebagai asset manajemen di awal tahun 2025 dengan melakukan ‘window dressing’ mengalihkan pembukuan asset BUMN yang sudah ada, dengan nilai total asset sekitar AS$900 Milyar.
Namun jika yang dihitung adalah nilai pasar total saham BUMN yang dimiliki Danantara, jumlahnya sekitar AS$270 Milyar.
Pelajaran:
Dari dua jalan berbeda antara Singapura dan Indonesia, tampak jelas mengapa kesejahteraan Singapura berkembang sangat pesat. Mereka memiliki kemampuan sebagai ekstraktor ekonomi yang tinggi. Kemampuan tersebut diperkuat oleh jaringan industri perbankan dan keuangan yang beroperasi diluar Singapura. Pendapatan perbankan Singapore dari transaksi keuangan internasional sangat besar kontribusinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kenyataan ini dapat dilihat dari total asset perbankan Singapura mencapai 5,29 X lebih besar dari ekonomi (PDB) Singapura. Dibandingkan dengan Indonesia, total asset Perbankan hanya 0,5 X PDB .
Singapura telah membuktikan kekuatannya dalam melakukan ekstraksi kekayaan ekonomi negara-negara lain termasuk Indonesia.
Indonesia akan sulit untuk mengejar Singapura kecuali pemerintah secara sungguh-sungguh berniat mencegah praktek ‘under invoicing’ dalam ekspor komoditas untuk meningkatkan pendapatan negara secara signifikan.
Pemerintah harus membatalkan konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan kepada pengusaha eksportir yang keras kepala tetap melakukan ‘under invoicing’.
Hal ini akan sulit terlaksana jika pengusaha berkolusi dengan penguasa.
Oleh karena itu:”Jangan salahkan Singapura, salahkan lah diri kita sendiri!”
Jakarta 19 Oktober 2025