

Jakarta, (Patroli Indonesia). Program MBG (Makan Bergizi Gratis) merupakan salah satu program prioritas pemerintah yang dimulai pada Januari 2025. Dasar hukum program ini bersandar pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN), yang menetapkan BGN sebagai lembaga di bawah Presiden dengan tugas mengkoordinasikan kebijakan gizi nasional. Menurut Dr. Henry Wono Wong, SE, MM.,PhD., Aktivis & Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Daerah Khusus Jakarta, “Dalam evaluasi kebijakan publik, terdapat tiga tingkat hasil: output, outcome, dan impact. Output MBG mudah diukur: berapa banyak porsi makanan yang dibagikan, berapa sekolah yang tercakup. Impact yang ideal: kualitas SDM meningkat, kesejahteraan masyarakat sekitar terangkat, UMKM lokal tumbuh.”



Menurut Hamdani Sumantri, S.Sos,MSi, Aktivis & Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Sumatera Selatan, menyatakan, “Kasus keracunan massal dari Program MBG telah menyebabkan trauma pada siswa, guru, dan orang tua, yang mendorong beberapa pihak untuk menyerukan penghentian program sementara atau setidaknya peninjauan ulang pelaksanaan program. Meskipun demikian, niat baik program MBG untuk meningkatkan gizi anak-anak dan ibu hamil serta mengurangi kemiskinan tetap dianggap baik bagi beberapa kalangan masyarakat.” Lebih lanjut Hamdani menyarankan perlunya diefektifkan pembentukan tim audit pangan yang melibatkan ahli gizi, sanitarian, dan ahli keamanan pangan untuk meningkatkan ketertiban implementasi program tersebut. Sanksi bagi Pelaku, jika terbukti ada kelalaian, agar penyedia makanan dikenai sanksi atau bahkan dihentikan kontraknya, dan ditindak secara hukum.

Hal senada disampaikan Humar Dani.,SE.,SH.,MM.,MH, Ketua DPW GERSUMA Provinsi Jawa Barat, yang menekankan perlunya pengawasan yang ketat dan efektif, sekaligus menghindari isu sabotase denga pembenahan tata kerja dan kualitas makanan yag sehat dan tetap bergizi. Solusinya, bikin di kantin sekolah masing-masing, dengan beragam menu makanan, hindari bumbu dan bahan makanan yang basi, petugas masak harus tetap fresh dan sehat, jangan mental kerja borongan, kerjasama dan hidupkan kantin sekolah, sehingga makan bergizi gratis tetap jalan, kantin sekolah juga tetap hidup.”

Sementara itu menurut Wito, S.H., Aktivis & Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Jawa Timur, menyatakan bahwa sudah semestinya BGN lebih ketat dan efektif dalam pengawasan dapur-dapur SPPG/ Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi, sehingga meni yang disantap anak-anak sekolah itu adalah makanan yang hygienis, terkontrol, dan tetap bergizi. Pihak sekolah harus lebih aktif membantu mengawasi penerimaan paket makanan, karena kontrol sosial oleh pihak Ormas/ LSM / media sulit untuk dilakukan langsung.

Hal senada disampaikan Edo Damaraji, ST., Aktivis & Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Jawa Tengah, “Awasi jangan sampai dikorupsi, sehingga Negara dan masyarakat pendidikan sangat dirugikan.” Hal serupa disampaikan Drs. Johozua Palpialy, SH, Aktivis & Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Banten, “Tanpa tata kelola yang tepat, MBG justru menjadi kebijakan yang salah sasaran: mengabaikan gizi lokal, memutus rantai UMKM, dan mengancam keamanan pangan.” Sedangkan menurut Benyamin Lambertus Mouw,SE, Aktivis & Ketua DPW GNP TIPIKOR Provinsi Papua, “Gizi anak tidak boleh jadi proyek. Gizi anak adalah masa depan bangsa. Dan masa depan itu hanya bisa terjamin jika sekolah, komite sekolah, orang tua, dan UMKM lokal diberi ruang sebagai subjek utama, berperan sebagai pelaku bukan sekadar penonton, “ pungkasnya. **(UBD-HSB/UPS-002-007)**.